Ada wilayah yang menganggarkan Rp 2,5 miliar untuk pengembangan UMKM. Namun, sebanyak Rp 1,9 miliar dipakai untuk honor pegawai dan perjalanan dinas. Hanya sekitar Rp 600 juta yang digunakan untuk UMKM secara konkret. “Itu sisanya yang 0,6 miliar, yang 600 juta itu masih muter-muter saja.
Ada lagi suatu daerah mengalokasikan Rp 1 miliar untuk membangun dan merehabilitasi balai. Namun, faktanya, sebanyak RP734 juta atau 80 % dipakai untuk honor pegawai, rapat, dan perjalanan dinas.
JAKARTA | Faktadetail.com – Presiden Republik Indonesia,Joko Widodo menyoroti banyaknya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tidak tepat guna.
Salah satunya, terkait anggaran stunting, Jokowi mengungkapkan, ada daerah yang menganggarkan penanganan stunting senilai Rp 10 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, mayoritas justru digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas. “Contoh, ada anggaran stunting, 10 miliar, coba cek liat betul untuk apa 10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, susu, protein, sayuran,” kata Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta,(14/6/2023).
“Baru saja minggu yang lalu saya cek di APBD Mendagri (Menteri Dalam Negeri), coba saya mau lihat 10 miliar untuk stunting. Perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa-apa bla bla bla Rp 2 miliar,” tuturnya.
Terserap untuk Rapat, Presiden Jokowi mengatakan anggaran penanganan stunting seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk pembelian telur, susu, ikan, daging, sayuran, dan lainnya. Sebab, bahan-bahan tersebut langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bukannya rapat atau perjalanan dinas. “Kapan stuntingnya akan selesai kalau caranya seperti ini?
Ini yang harus diubah semuanya. Kalau 10 miliar itu anggarannya, mestinya yang untuk lain-lainnya itu 2 miliar, yang 8 miliar itu ya untuk langsung telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting,” ujar Jokowi.
Contoh lainnya, kata Presiden, ada wilayah yang menganggarkan Rp 2,5 miliar untuk pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, dari jumlah itu, sebanyak Rp 1,9 miliar dipakai untuk honor pegawai dan perjalanan dinas. Hanya sekitar Rp 600 juta yang digunakan untuk pengembangan UMKM secara konkret. “Itu nanti sisanya yg 0,6 miliar, yang 600 juta itu nanti juga masih muter-muter saja. Pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, enggak konkret,” kata Jokowi. “Langsung ajalah. Itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketing, ya kalau pengembangan UMKM kan mestinya itu, untuk pameran, jelas,” kata Jokowi.
Selain itu, Presiden mengungkap, ada pula suatu daerah yang mengalokasikan Rp 1 miliar untuk membangun dan merehabilitasi balai. Mestinya, kata dia, sebagian besar dana tersebut digunakan untuk rehabilitasi. Namun, faktanya, sebanyak Rp734 juta atau 80 % justru dipakai untuk honor pegawai, rapat, dan perjalanan dinas. “Ini sudah enggak bisa lagi, Bapak Ibu sekalian,” Itu Saja Masih Ada yang Bablas, kata kepala negara.
Untuk mengatasi persoalan ini, Presiden menyebut, dibutuhkan peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP diminta serius mengawasi penganggaran dan penggunaan APBN serta APBD di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Presiden berpesan agar pengawasan difokuskan pada orientasi hasil. Dia ingin, alokasi APBN dan APBD lebih tepat guna ke masyarakat, bukan malah fokus ke rapat atau perjalanan dinas. “Jika tidak diawasi, hati hati, jika tidak cek langsung, jika tidak dilihat dipelototi satu-satu, hati-hati kita lemah di situ. Dipelototi kita turun ke bawah, itu saja masih ada yang bablas, apalagi tidak ?” tutur Presiden.