Ragam  

Ratusan Orang Mahasiswa Program Kampus Merdeka Berdinamika Dalam Sidang Paripurna DPR

Para mahasiswa program kampus merdeka saat mengikuti simulasi Rapat Paripurna DPR RI di Ruang Rapat Paripurna, Jumat (1-12-2023). Foto-Parlementaria

“Banyak hal yang tidak tersedia di kuliah. Diberikan landasan keahlian yang kuat dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian”

JAKARTA | Faktadetail.com – Ruang Rapat Paripurna II DPR RI terasa lebih berwarna dari rapat Paripurna biasanya, hampir semua warna dan turunannya ada terlihat. Warna-warni yang tampak bukan berasal dari seragam partai politik namun jas almamater para mahasiswa peserta Program Kampus Merdeka yang sedang mengikuti Simulasi Rapat Paripurna.

Lebih dari 250 mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus di Indonesia hadir dalam simulasi tersebut, kemudian berperan dan bersidang layaknya anggota dewan. Mereka terbagi menjadi 9 fraksi yaitu Fraksi Kapuas, Fraksi Mahakam, Fraksi Barito, Fraksi Batanghari, Fraksi Musi, Fraksi Mamberamo, Fraksi Martapura, Fraksi Bengawan Solo dan Fraksi Indragiri.

Kondisi ruang rapat pada Jumat (1/12/2023) sempat memanas dengan segala dinamikanya. Banjir interupsi, baik dari para Pimpinan maupun Anggota Fraksi. Masing-masing fraksi berupaya untuk berpegang kuat pada pandangannya sehingga musyawarah dan mufakat pun tak tercapai, sehingga pengambilan suara terbanyak atau voting menjadi tak terelakan.

Meski masih dalam taraf simulasi namun para mahasiswa terlihat sungguh-sungguh meresapi perannya masing-masing. Menurut Devita Riyana yang menjadi pimpinan rapat, dinamika yang ada terjadi secara alami meski memang sebelumnya mereka juga telah dipandu melalui skenario yang telah disiapkan panitia.

“Pro-kontra nya sudah di-setting tapi yang enggak di-setting itu kalau dinamikanya. Kalau sampai voting enggak (diatur) karena kita kita ingin mengusahakan musyawarah mufakat tapi karena terlalu banyak perdebatan yang ada maka kita ambil jalan voting,” jelas Devi Rivana yang tergabung dalam Fraksi Kapuas, Fraksi mayoritas.

Sebagai Pimpinan rapat, mahasiswa Prodi Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran ini menganggap dinamika yang ada di ruang rapat sebagai tantangan tersendiri. Ia pun memaklumi yang dilakukan oleh rekan-rekannya selama masih dalam substansi.

“Aku menganggap bawel-bawelan tadi sebuah dinamika, yang memang ingin dibuat sama mereka, karena menurut mereka terlalu formal juga bosen, jadi mereka pengen ada drama-dramanya di paripurna. Sejauh kalau dramanya masih membicarakan esensi atau substansi yang ada fine saja sih,” tuturnya

Devi Rivana, Mahasiswi bertubuh mungil, menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam simulasi rapat adalah terkait teknis persidangannya. Menurutnya mengerti substansi dan materi belumlah cukup apalagi sebagai pimpinan sidang ia pun harus mengatur alur interupsi hingga mengondisikan rapat.

“Menjadi seorang Ketua, apalagi memimpin sidang paripurna itu yang paling penting membagi fokus karena yang dikerjakan banyak karena selain juga notulensi, interupsi masih merangkum pasangan masing-masing fraksi kita juga dituntut untuk bisa mengatur jalannya rapat agar sesuai dengan kondisi yang benar-benar merepresentasikan sidang dewan yang terhormat,” pungkas Devi Rivana.

Hal yang sama juga dilontarkan oleh Made Naraya Laksmayuda Sumaniaka, Mahasiswa peserta Kampus Merdeka dari Universitas Gadjah Mada. Pemuda yang biasa dipanggil Nara ini menyampaikan bahwa ia pun tak menyangka atas dinamika yang terjadi di ruang rapat.

“Suasana rapat paripurna nya bener-bener tidak disangka hasilnya, karena kami itu memperjuangkan prinsip yang dipunya fraksi-fraksi. Kita sadar dan semakin sadar bahwa kebijakan itu adalah sebuah kompromi politik dan politik itu adalah kesenian untuk mencapai apapun dan apapun bisa terjadi,” ujar Made Naraya Laksmayuda Sumaniaka dari Fraksi Barito yang juga Ketua Panja UU PDP.

Simulasi Rapat Paripurna yang diselenggarakan membahas dua rancangan undang-undang yaitu mengenai Undang-undang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-undang KUHP. Sebelumnya, para mahasiswa Kampus Merdeka ini telah melakukan pembahasan dua UU tersebut dalam rapat kerja dan rapat panitia kerja dan menyisakan masing-masing satu Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang kemudian dibahas pada simulasi rapat paripurna.

“Pas Rapat Kerja itu sepakat ada badan independen perlindungan data pribadi tetapi yang masih banyak tidak sepakat, bagaimana nih proses pertanggungjawabannya? Apakah kepada presiden ataukah kepada publik melalui laporan terbuka kepada presiden dan DPR RI. Nah dua itu yang diperdebatkan,” ujar mahasiswa prodi Manajemen dan Kebijakan Publik itu menceritakan latar belakang diadakannya rapat paripurna ini.

Nara mengatakan bahwa para peserta rapat yang juga merupakan Mahasiswa Magang Kampus Merdeka di Setjen DPR RI ini telah berhasil menggunakan ilmu yang didapatkan dari satker masing-masing.

“Banyak hal yang tidak tersedia di kuliah. Kami diberikan landasan keahlian yang kuat dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian. Jadi temen-temen dari semua fraksi ini dari Agustus sampai sekarang ini sudah diberikan ilmu-ilmu lah. Misalnya secara legal drafting pasal ini kayaknya ditambahin saja deh, namanya, nomeklaturnya begini aja,” ujarnya.

Selain ilmu dan pengalaman yang telah didapatkan selama magang di satker, ia pun tak menampik bahwa observasi langsung pada anggota dan kegiatan rapat juga menjadi modal dalam menciptakan dinamika pada simulasi rapat paripurna ini.

“Kebijakan publik di Sekretariat Jenderal dan politik di DPR nya itu kayak kita sinergikan jadi balance dan di sinilah (Rapat Paripurna) tempat untuk mengejawantahkan sinergi kedua itu,” tutup Nara. (Parlementaria)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *