Jakarta | Faktadetail.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia adalah salah satu institusi yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Dirjen Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang pejabat Eselon I ( satu ) sebagai pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
Mengawasi, Memungut, dan Mengurus Bea masuk (impor) dan Bea keluar (ekspor), baik melalui darat, laut, maupun melalui udara.
Sebagamana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai. Yang dimkasud Cukai dalam UU tentang Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan peraturan.
Sebagaimana dapat dibaca di laman resmi beacukai.go.id. Dapat diketahui ada lima tugas utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu :
Pertama Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya ke Indonesia.
Kedua Memberantas penyelundupan.
Ketiga melindungi industri perdagangan dari persaingan yang tidak sehat. Keempat melaksanakan tugas yang berkepentingan dengan lalu lintas barang.
Kelima memungut Bea masuk dan memungut pajak impor.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia sejak dahulu sudah ada
Bea dan Cukai pada termasuk dalam perangkat negara “konvensional”. seperti institusi Kepolisian, Kejaksaan, atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Di situs beacukai.go.id, Fungsi Bea Cukai di Indonesia telah ada sejak Zaman Kerajaan dulu bersifat lokal sesuai wilayah kekuasaannya.
Misalnya di pelabuhan-pelabuhan di Sumatera dan Jawa. Biasanya terdapat syahbandar yang menangani Bea & Cukai. Kepala Bea & Cukainya dulu sebutannya Tumenggung.
Ketika Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) mulai memonopoli perdagangan di Nusantara, pungutan untuk aktivitas ekspor-impor dikenal dengan “tarif tol”.
Sedangkan pada masa pendudukan Inggris, pungutan atas keluar masuk barang disebut “sewa boom”.
Pada masa Hindia Belanda tersebut, masuk pula istilah douane untuk menyebut petugas Bea Cukai. Istilah ini hingga kini masih kerap dipakai.
Nama resmi Bea Cukai pada masa Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai”.
Tugasnya hampir sama dengan tugas Bea Cukai sekarang ini, yaitu memungut biaya baik proses impor atau ekspor barang yang masuk ke wilayah Hindia Belanda. Berbagai tugas ini diatur dalam peraturan Gouvernements Besluit (Keputusan Pemerintah) Nomor 33 tanggal 22 Desember 1928 tentang Organisasi Dinas Bea dan Cukai.
Ketika Belanda dijajah dan dikuasai oleh Jepang, tugas pengurus bea impor dan ekspor ditiadakan. Petugas hanya bisa mengurus cukai saja. Pemerintah pendudukan mengeluarkan Oendang-Oendang No. 13 pada 29 April 1942. Isinya : “untuk sementara waktu bea (in en uitvoerrechten) tidak usah diurus.” Namun, cukai tetap diberlakukan untuk tembakau dan minuman keras.
Setelah 3 hari Indonesia Merdeka, tepatnya 19 Agustus 1945 Organisasi Kementerian Keuangan langsung dibentuk. Urusan bea dan cukai ditetapkan menjadi bagian dari Pejabatan Pajak yang berkedudukan di Jakarta.
Pada 1 Oktober 1946, Menteri Muda Keuangan Mr. Syafruddin Prawiranegara merombak organisasi Kementerian Keuangan. Urusan bea dan cukai lepas dari Pejabatan Pajak dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai.
Pada masa itu ditunjuk R.A Kartadjoemena sebagai KepalaPejabatan Bea dan Cukai yang pertama.
Menurut Orang Indonesia yang terkemuka di Pulau Jawa, yang terbit tahun 1944, Mr. Raden Abdoerachim Kartadjoemena lahir di Ciamis pada 16 Juni 1915.
Dia lulusan Sekolah Hukum tahun 1940. Pernah bekerja sebagai pegawai kantor Stadsgemeente(Kotapraja) Jakarta, wakil Inspektur Keuangan Magelang, Kepala Kantor Penetapan Pajak Semarang, serta Soeperintenden Kantor Lelang Negeri Semarang dan Pati-Ayu.
Kartadjoemena kemudian kembali ke Magelang dan diangkat sebagai wakil kepala Pejabatan Pajak yang dikepalai oleh Soetikno Slamet. Kartadjoemena lalu menjadi kepala Pejabatan Pajak ketika Soetikno Slamet diangkat menjadi kepala Pejabatan Urusan Uang, Kredit dan Bank yang baru dibentuk.
Tanggal 1 Oktober 1946 akhirnya ditetapkan sebagai hari lahir Bea Cukai Indonesia.
Sejak saat itu, lembaga Bea Cukai terus bertransformasi. Landasan hukumnya Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, di mana istilah Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai, dan PP ini berlaku hingga sampai tahun 1965.
Masa ini merupakan periode awal instansi ini menjalankan fungsi pengawasan perdagangan secara menyeluruh di wilayah Indonesia.
Pada 30 Maret 1965 hingga sekarang, nama institusi ini menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang dipimpin seorang Direktur Jenderal.
Sejak Tahun 1965 Fungsi Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia
1. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.
2. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif terutama dalam hal logistik impor dan ekspor.
3. Melakukan penyederhanaan prosedur kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem manajemen risiko yang handal.
4. Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor dan kegiatan bidang kepabeanan dan cukai secara efektif dan efisien.
5. Membatasi, mengawasi dan mengendalikan produksi, peredaan dan konsumsi barang tertentu yang termasuk dalam karakteristik membahayakan.
6. Melindungi masyarakat melalui pengawasan atau pencegahan masuknya barang impor dan keluarnya barang ekspor yang berdampak negatif.
7. Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.
Itulah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia yang harus bisa kita ketahui hingga sekarang.
Editor : Budiman S Faktadetail.com