“Kantor Wilayah BPN/ATR Jawa Barat sudah memberikan surat agar Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor pro aktif mencari solusi,” Kepala Seksi Sengketa ATR/BPN Kabupaten Bogor sempat melakukan pengecekan ke lokasi namun hingga saat ini tidak ada kejelasan hasilnya seperti apa.
BOGOR | Faktadetail.com – Kendati sudah ada dukungan dari Kapolri 1.000 persen namun upaya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto untuk memberantas mafia tanah masih dianggab pepesan kosong.
Dalam pemberitaan selalu dikatakan Hadi Tjahjanto, seluruh Kapolda, Reskrimsus, maupun Reskrimum mendukung Hadi Tjahjanto, apabila ada permasalahan mafia tanah.
“Seberapa kuat? (strategi berantas mafia tanah), kalau saya katakan kuat sekali. Karena apa? Karena Bapak Kapolri (Listyo Sigit Purnomo) itu selalu mengatakan bahwa akan saya dukung 1.000 persen,” ujar Hadi dalam acara media gathering di Jakarta, Senin (19/12/2022) lalu.
Akan tetapi tampaknya apa yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN RI tersebut tidak terealisasi belum nayata terealisai di Masyarakat.
Pasalnya, Sejumlah masyarakat Pemilik tanah di Cimanggis, Bojonggede, Jawa Barat mengaku kecewa, kendati sudah melaporkan kasus penyerobotan tanah ke kanwil Jawa Barat dan BPN Bogor, namun slow respon dan hingga saat ini tidak mau memberikan solusi.
“Kantor Wilayah BPN/ATR Jawa Barat sudah memberikan surat agar Kantor ATR/BPN Kab. Bogor pro aktif mencari solusi,” kata Fenfen Efendi EFENDI, S.H., M.H, Kuasa Hukum para pemilik tanah di Desa Cimanggis, Bojonggede, Jawa Barat, Rabu (31/5/23).
Kuasa Hukum Warga mengatakan, Kepala Seksi Sengketa ATR/BPN Kabupaten Bogor sempat melakukan pengecekan ke lokasi namun hingga saat ini tidak ada kejelasan hasilnya seperti apa.
Dijelaskannya, lokasi masalah tanah bersengketa ada di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, yang telah dibeli lunas di tahun 1989 oleh kliennya, dari PT Lingga Elok Sejahtera Abadi (LESA) dengan janji akan dipecah sertfikat, akan tetapi tidak dilakukan.
“Sejak sekitar tahun 1989 dokumen yang dimiliki kliennya (para korban) adalah Surat Pelepasan Hak ( SPH) dan PBB, bahkan ada korban yg memiliki surat keterangan tidak sengketa dari desa dan peta bidang dari BPN, serta lahan dikuasai secara fisik oleh para korban,” kata Fenfen Efendi, S.H., M.H.
Di tahun 2019 timbullah persoalan, kata Fenfen, tanah dijual ke PT Jangkar dengan menggunakan surat keterangan Kepala Desa Cimanggis. Dengan dasar jual beli tersebut dan Ijin Lokasi, PT Jangkar mengunakan oknum Ormas untuk melakukan pemagaran dan menutup akses masuk ke lahan milik korban.
“November 2021 Ijin Lokasi PT Jangkar sudah habis dan tidak diperpanjang oleh Pemda Bogor,” ucap Fenfen Efendi, S.H., M.H.
Kasus ini terkatung-katung hampir 33 tahun tanpa penyelesaian dan ada sekitar 35 orang korban, hingga pihak Kuasa Hukum dari 17 korban melaporkan kasus ini ke Kementerian ATR/BPN dan berharap Menteri ATR/BPN dapat memberikan atensi untuk penyelesaian, agar tidak terjadi gesekan di lapangan.