SAUMLAKI, KEPULAUAN TANIMBAR| Faktadetail.com – Dalam dua hari sidang Praperadilan yang berlangsung pada 25-26 Juli 2024, dua ahli hukum, DR Jhon Pasalbessy, SH, M.Hum dan Prof DR Nirahua Salmon E.M, S.H., M.Hum, menilai penetapan Petrus Fatlolon sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Provinsi Maluku, sangat lemah dan cacat Yuridis, sehingga harus dibatalkan.
Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Kelas II Saumlaki, dipimpin oleh hakim tunggal Arya Siregar, beragenda pengajuan alat bukti serta saksi ahli dan saksi fakta. Pasalbessy menegaskan bahwa penyidik Kejari KKT tidak bisa menetapkan Fatlolon sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif Setda KKT tanpa audit dari lembaga yang berwenang seperti BPK atau BPKP.
Argumen Ahli Hukum
Pasalbessy, yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Maluku (UKIM), menyatakan bahwa penetapan tersangka harus didasari pada dua alat bukti yang sah. Dia mengkritik penggunaan Sprindik umum oleh Kejari KKT sebagai dasar penetapan tersangka, yang menurutnya tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup.
Sementara itu, Prof. Nirahua menyatakan bahwa tindakan pemerintahan yang dilakukan Kejari KKT, dalam bentuk penetapan tersangka tanpa dua alat bukti dan tanpa audit kerugian negara oleh lembaga yang berwenang, tidak memenuhi aspek legalitas. Akibatnya, surat penetapan tersangka tersebut dapat dibatalkan karena cacat yuridis.
Dugaan Pemerasan oleh Jaksa
Selain keterangan ahli, persidangan juga diwarnai dengan pengakuan dari saksi fakta tentang dugaan pemerasan oleh oknum jaksa terhadap Petrus Fatlolon. Philips Siahaya, salah satu saksi, mengaku melihat langsung oknum jaksa meminta uang sebesar Rp 10 miliar kepada Fatlolon. Pengakuan ini memicu reaksi keras dari pendukung Fatlolon di ruang sidang.
Keterangan Saksi
Saksi lainnya, Benjamin Samangun dan Junus Imsula, mengaku menerima surat dari kejaksaan untuk Fatlolon, namun tidak mengetahui isi surat tersebut karena Fatlolon sedang berada di Jakarta. Mereka juga menyebutkan bahwa informasi mengenai penetapan Fatlolon sebagai tersangka sudah beredar di grup WhatsApp Tanimbar sebelum secara resmi diumumkan oleh kejaksaan.
Hakim Arya Siregar meminta agar sidang tetap berjalan tertib dan memperingatkan agar tidak ada pihak yang mengganggu proses peradilan. Sidang praperadilan ini menjadi sorotan publik mengingat adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pihak kejaksaan dan ketidakjelasan prosedur hukum yang diterapkan dalam kasus ini.
Sementara itu, di tempat terpisah, Pakar hukum pidana, Dr. Anthoni Hatane, S.H., M.H., menegaskan, tindakan Kejari Tanimbar dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Ia menyatakan, penetapan tersangka terhadap PF tidak memenuhi standar hukum yang diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi. Dr. Anthoni juga menyoroti bahwa perhitungan kerugian negara seharusnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan Tim Auditor Kejaksaan Tinggi Maluku.