Keunikan jembatan dengan bentang 1,9 km di atas Sungai Progo itu terletak pada hiasan gunungan bermotif batik Yogyakarta.
YOGYAKARTA | Faktadetail.com – Pembangunan jembatan kini tidak lagi hanya dengan menggunakan pendekatan pembangunan fisik, melainkan juga memperhatikan dan menggunakan pendekatan estetika berkaitan dengan budaya setempat. Pendekatan itu yang coba diterapkan ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun jembatan Pandansimo di Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul.
Jembatan itu digadang-gadang menjadi jembatan yang terpanjang se-DIY. Selain juga tercatat paling panjang ke-3 di Pulau Jawa–setelah Jembatan Suramadu di Jawa Timur dan Pasopati di Bandung, Jawa Barat.
Jembatan yang mulai dibangun pada 11 Desember 2023 itu akan menghubungkan Kapanewon Srandakan Kabupaten Bantul di sisi timur dan Kapanewon Galur Kulonprogo di sisi barat. Diperkirakan jembatan itu akan beroperasi di awal 2025 dan menjadi penghubung jalur Pansela di Kulonprogo dan Bantul.
Jembatan Pandansimo atau yang juga dikenal dengan sebutan Jembatan Srandakan III memiliki keunikan berupa hadirnya gunungan dengan motif batik khas Yogyakarta di bagian tengah jembatan. Merujuk makna gunungan sebagai simbol awal dan akhir dalam pewayangan, pada jembatan di Kabupaten Kulonprogo itu dimaknai sebagai wilayah perbatasan antarprovinsi.
Jembatan Srandakan III dengan bentangan mencapai 1,9 km di atas Sungai Progo memiliki warna yang khas, yakni berwarna terracotta –serupa dengan warna bata merah—yang mewakili warna makam raja-raja di Imogiri. Kemudian ada tanaman khas Pantai Selatan didihadirkan di jembatan tersebut, antara lain, cemara udang.
“Pembangunan jembatan memiliki panjang penanganan 1.900 meter yang terdiri dari jalan pendekat, slab on pile dan jembatan utama dengan tipe multiarch bridge yang menggunakan corrugated steel plate dan mortar busa dengan nilai kontrak Rp814 miliar,” ujar Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jateng DIY Rien Marlia, yang dikutip dari laman resmi BBPJN Jateng-DIY.
Selain mengadopsi kearifan lokal, jembatan ini juga didisain tidak hanya memberikan kemudahan akses untuk kendaraan bermotor saja, melainkan juga bagi para pejalan kaki. Pasalnya di sisi kanan dan kiri pada jalur pedestrian jembatan akan disediakan anjungan untuk para pejalan kaki yang ingin berhenti dan ingin menikmati pemandangan sungai Progo.
Rien menambahkan, pembangunan Jembatan Pandansimo merupakan bagian dari rangkaian jalur transselatan Jawa yang diharapkan dapat meningkatkan dan pemerataan ekonomi di bagian selatan Jawa. Hanya saja, menurutnya, lokasi Jembatan Pandansimo yang berada pada karakteristik tanah yang berpasir dan muka air tanah dangkal, serta dekat dengan pusat gempa Sesar Opak dengan radius kurang dari 10 KM, berpotensi membuat Jembatan Pandansimo memiliki kerentanan likuifaksi.
Oleh karenanya, Jembatan Pandansimo akan dibangun menggunakan teknologi lead rubber bearing (LRB) untuk mengakomodir pergerakan selama gempa. Rien menambahkan, Jembatan Pandansimo ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan menjadi sarana pendukung mobilitas dan memperkuat konektivitas wilayah selatan DIY.
Lebih jauh lagi, jembatan ini dianggap sebagai elemen kunci dalam memperkuat konektivitas pulau Jawa bagian selatan, membentang dari Banten hingga Jawa Timur. Hal ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di sepanjang koridor tersebut.
Harapannya, keberadaan Jembatan Pandansimo bisa menjadi ikon inovasi dan eksplorasi dari potensi pantai selatan sekaligus menjadi bagian dari strategi untuk meretas berbagai tantangan pembangunan dan merintis jalan baru dalam menciptakan perubahan. ( Indonesia.go.id )