BENGKULU | Faktadetail.com – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu mengundang Pakar kelautan , Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS untuk melakukan survey analisa alat tangkap ramah lingkungan di perairan Provinsi Bengkulu, 22 Agustus 2023.
Prof. Rokhmin Dahuri yang sekaligus penasehat ahli bidang kelautan dan perikanan Gubernur Bengkulu, bersama stakeholder mengambil sample untuk memastikan bahwa alat tangkap trawl yang di operasikan nelayan semi tradisional di Bengkulu tidak merusak laut.
Mengawali survey, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) mengatakan di seluruh dunia tidak ada yang melarang total alat tangkap trawl, yang ada hanya membatasi dan mengatur ukuran mata jaring nya saja.
“Di negara maju yang bener trwal di bolehkan tetapi ada pengaturan, misalnya masa nya di tentukan, zona nya di tentukan dan ukuran mata jaring di sesuaikan” ujar Prof. Rokhmin Dahuri yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University tersebut, dalam keterangan rilisnya yang diterima redaksi, Jumat (25/8).
Sesuai SK Gub L.125.DKP Th.2023 tentang Tim analisa alat tangkap ramah lingkungan Provinsi Bengkulu, survey ini di lakukan bersama seluruh tim termasuk seluruh stakeholder untuk menganalisa dan menetapkan serta memutuskan bahwa alat tangkap yang di gunakan nelayan semi modern di Prov.Bengkulu merupakan alat tangkap yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Setelah survey dan melakukan uji pada alat tangkap nelayan semi modern, tim melakukan rapat pembahasan hasil suvey yang di pimpin langsung dan di buka oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Bengkulu Syafriandi dan dihadiri seluruh perwakilan nelayan dan stakeholder di kantor UPTD PPP Pulau Baai.“Dengan membaca Bismillahirahmannirahim, Rapat Terbuka tim Analisa alat tangkap ramah lingkungan Prov. Bengkulu di buka,” ujar Syafriandi.
Dalam bahasannya, Ketua Tim Analisa sekaligus penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Prof. Rokhmin Dahuri memberikan dua rekomendasi, diantaranya.
Pertama, Kapal Pukat Ikan boleh beroperasi di wilayah perairan laut Bengkulu, dan ZEEI, dengan syarat: (1) hanya di perairan laut diatas 4 atau 12 mil laut, hal ini untuk mencegah konflik dengan nelayan tradisional, (2) di musim pemijahan ikan tidak boleh beroprasi, dan (3) modifikasi ukuran mata jaring, kantong (codend), dll.
“Kedua, secara bertahap nelayan tradisional dibantu untuk menjadi nelayan modern, supaya sejahtera,” tandas Prof. Rokhmin Dahuri yang juga Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO).